Rabu, 04 Mei 2011

Diabetes, Cegah Dengan Makanan Tinggi Serat


Perubahan pola makan masyarakat dewasa ini yang serba instant, tinggi lemak, banyak mengandung gula dan protein, ditambah kurangnya olahraga telah meningkatkan risiko timbulnya beragam penyakit, salah satunya di antaranya adalah diabetes melitus (DM) atau biasa disebut juga penyakit kencing manis. Di antara tipe DM yang ada, DM tipe 2 adalah jenis yang paling banyak ditemukan (lebih dari 90%) (Suyono, 2005). Diabetes melitus diakibatkan oleh pola makan yang tinggi asupan karbohidrat namun rendah asupan serat.

Menurut data yang dirilis WHO per Januari 2011, terdapat lebih dari 220 juta penderita diabetes seluruh dunia. Lebih dari 80% jumlah penderita diabetes melitus dunia justru terdapat di negara dengan income menengah ke bawah (negara berkembang).

Masih menurut data WHO, Indonesia menempati urutan ke-4 terbesar dalam jumlah penderita DM di dunia. Pada tahun 2006 diperkirakan jumlah penderita diabetes di Indonesia telah meningkat tajam menjadi 14 juta orang, dimana baru 50 persen yang sadar mengidapnya dan di antara mereka baru sekitar 30 persen yang melakukan pengobatan secara teratur.

Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia kronis yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, defek kinerja insulin, atau kedua-duanya (American Diabetes Association, 2005), juga dapat disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, pembuluh darah (Arif et al., 2001).

Salah satu upaya pencegahan DM adalah dengan perbaikan pola makan melalui pemilihan makanan yang tepat. Semakin rendah penyerapan karbohidrat, semakin rendah kadar glukosa darah. Kandungan serat yang tinggi dalam makanan akan mempunyai indeks glikemik yang rendah sehingga dapat memperpanjang pengosongan lambung yang dapat menurunkan sekresi insulin dan kolesterol total dalam tubuh.

Menurut Sustrani dkk. (2004), faktor yang dapat menyebabkan kenaikan kadar glukosa darah antara lain adalah hormon, kelainan genetik dan pola makan yang salah. Tingkat gula darah tergantung pada kegiatan hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar adrenal, yaitu adrenalin dan kortikosteroid. Adrenalin akan memacu kenaikan kebutuhan gula darah, dan kortikosteroid akan menurunkannya kembali. Adrenalin yang dipacu terus-menerus akan mengakibatkan insulin kewalahan mengatur kadar gula darah yang ideal, dan kadar gula darah menjadi naik secara drastis.

Diabetes melitus merupakan penyakit endokrin yang paling umum ditemukan. Penyakit ini ditandai oleh hiperglikemia dan glikosuria (Budiyanto, 2002). Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya yang berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi, atau kegagalan beberapa organ tubuh (Yuriska, 2009).

Menurut Haznam (1991) in Witasari et al (2009), faktor yang menyebabkan terjadinya Diabetes Melitus dapat dibagi dalam dua golongan besar yaitu faktor genetik dan faktor non genetik. Faktor genetik merupakan faktor keturunan pada Diabetes Melitus yang sudah lama diketahui tetapi bagaimana terjadi transmisi-transmisi dari seorang penderita ke anggota keluarga lain belum diketahui. Ada yang menyatakan bahwa diabetes diturunkan secara resesif dan ada pula yang menerangkan transmisi ini over dominant. Faktor non-genetik antara lain infeksi, nutrisi (obesitas, malnutrisi dan alkohol), stress, obat-obatan, penyakit endokrin atau hormonal dan penyakit penyakit pankreas.

Menurut Greenspan dan Baker (1995), diabetes melitus dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori utama, yaitu: diabetes melitus yang tergantung insulin (tipe 1) dan diabetes tergantung insulin (tipe 2).

Di antara tipe DM yang ada, DM tipe 2 adalah jenis yang paling banyak ditemukan (lebih dari 90%). Kekerapan DM tipe 2 di Indonesia berkisar antara 1,5-2,3% kurang lebih 15 tahun yang lalu, tetapi pada tahun 2001 survei terakhir di Jakarta (Depok) menunjukkan kenaikan yang sangat nyata yaitu menjadi 12,8% (Suyono, 2005). Menurut Sujudi (2003) dalam Witasari et al (2009), sekitar 2,5 juta jiwa atau 1,3% dari penduduk Indonesia setiap tahun meninggal dunia karena komplikasi DM.

WHO memastikan peningkatan penderita DM tipe 2 paling banyak akan terjadi di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Sebagian peningkatan jumlah penderita DM tipe 2 karena kurangnya pengetahuan tentang pengelolaan DM. Pengetahuan pasien tentang pengelolaan DM sangat penting untuk mengontrol kadar glukosa darah. Penderita DM yang mempunyai pengetahuan yang cukup tentang diabetes, kemudian selanjutnya mengubah perilakunya, akan dapat mengendalikan kondisi penyakitnya sehingga dapat hidup lebih lama (Basuki, 2005).

Studi yang dilakukan telah membuktikan bahwa konsumsi makanan tinggi serat, khususnya serat larut, dapat memperbaiki kontrol terhadap gula dalam darah penderita diabetes tipe 2. Studi tersebut dilakukan dr Manisha Chandalia dan timnya dari Bagian Ilmu Penyakit Dalam dan Pusat Gizi Manusia, University of Texas Southwestern Medical Center, Dallas, Amerika Serikat. Riset membuktikan bahwa serat memiliki efek kuat terhadap pengendalian gula darah.



Pengertian/Istilah:
Hiperglikemia = kondisi kadar gula darah yang tinggi



Referensi:

American Diabetes Association. 2008. Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. Diabetes Care 31 (Supl 1).
Anonymus, 2011. Diabetes. http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs312/en. WHO publication website. Tanggal akses 4 Mei 2011.
Arief MTQ. 2004. Pengantar Metodologi Penelitian untuk Ilmo Kesehatan. Klaten : Team CSGF, hal:132.
Rahmawati, A., 2010. Efek Hipoglikemik Ekstrak Kasar Polisakarida Larut Air Non Pati Umbi Gadung (Dioscorea hispida Dennst) yang Diperoleh Dari Berbagai Metode Ekstraksi Pada Tikus Hiperglikemik. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.
Basuki, E. 2005. Penyuluhan Diabetes Mellitus. Dalam Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
Sustrani, L., Alam, S., Hadibroto, L. 2004. Diabetes. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Suwita, I.K., 2010. Peran Ekstrak Kasar Polisakarida Larut Air Non-Pati Umbi Gembili (Dioscorea esculenta) yang Diperoleh dari Berbagai Metode Ekstraksi dalam Penurunan Glukosa Darah Tikus Hiperglikemik. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.
Suyono, S. 2005. Kecenderungan Peningkatan Jumlah Penyandang Diabetes. Dalam Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
Suyono S, 2007. Diabetes mellitus di Indonesia. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam . Edisi IV. Jilid III. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Yuriska, 2009. Efek Aloksan Terhadap Kadar Glukosa Darah Tikus Wistar. Artikel Ilmiah. Fakultas Kedokteran. Universitas Diponegoro. Semarang.

Sponsored