Anda mungkin adalah salah satu pemilik  akun di Facebook, dan mungkin juga tahu bahwa ada banyak aplikasi  Facebook yang beberapa di antaranya telah pernah anda izinkan untuk  mengakses profil akun Facebook anda. Tapi tahukah Anda bila ada celah  kerawanan pada aplikasi-aplikasi tersebut? Menurut laporan perusahaan  keamanan web Symantec, perusahaan pembuat antivirus Norton, sedikitnya  100 ribu aplikasi Facebook secara tidak sengaja telah membocorkan akses  ke akun pengguna jejaring sosial itu selama beberapa tahun.
Seperti  dilaporkan CNN, aplikasi-aplikasi Facebook adalah aplikasi web yang  berjalan pada platform Facebook. Facebook mengatakan para pengguna  meng-install 20 juta aplikasi dalam platform yang sama setiap  hari. Pihak ketiga, utamanya pengiklan, memiliki akses ke profil, foto,  chat dan informasi pribadi lainnya milik pengguna, ungkap sebuah posting  dalam blog Symantec pada rabu (11/5/11).
Facebook  memahami persoalan itu dan mengatakan hal itu sudah diatasi. Tetapi  raksasa jejaring sosial itu juga mengatakan bahwa laporan Symantec  memiliki beberapa "ketidakakuratan" dan informasi pengguna tidak pernah  dibagikan ke pihak ketiga yang tidak berwenang.
Laporan  Symantec mengatakan bahwa selama bertahun-tahun, ratusan dari ribuan  aplikasi didapati memiliki "akses token", dimana perusahaan itu  menggambarkannya sebagai bentuk dari kunci cadangan untuk akun-akun  orang.
"Tak  perlu dikatakan, akibat kebocoran token akses itu sepertinya jauh dan  luas," kata Nishant Dosti, staf perusahaan penyedia antivirus Norton itu  dalam tulisannya di blog perusahaan.
Tak ada cara yang baik untuk memperkirakan dengan tepat seberapa banyak token akses telah bocor, kata Symantec.
Beruntungnya,  Symantec mengatakan bahwa kebanyakan pengembang aplikasi mungkin  tidak menyadari mereka telah memiliki akses ini. Perusahaan itu  mengatakan Facebook telah mengambil langkah perbaikan untuk mengatasi  persoalan yang ditemukan bulan lalu dan menarik perhatian pihak  Facebook.
Facebook  mengatakan sebagian besar token akses habis masa berlakunya dalam dua  jam, yang berarti tidak berguna lagi bagi pihak ketiga berbahaya setelah  periode itu. Seorang jurubicara Facebook mengatakan kepada CNN dalam  sebuah e-mail bahwa situs itu bekerja bersama Symantec untuk mengatasi  persoalan tersebut. Tetapi ia mengatakan sebuah "investigasi meyeluruh"  tak menunjukan adanya informasi apa pun yang didapat oleh pihak yang tak  berwenang.
"Sebagai  tambahannya, laporan ini mengabaikan kewajiban-kewajiban kontrak  pengiklan dan pengembang yang melarang mereka untuk mengambil atau  membagi informasi pengguna dengan cara yang melanggar kebijakan kami,"  katanya.
Pada  selasa (11/5), Facebook mengumumkan dalam blog pengembangnya bahwa  pihaknya sedang bekerja bersama Symantec untuk mengenali persoalan dalam  jalur otentifikasi kami guna memastikan bahwa mereka lebih aman."
Posting  itu mengumumkan sebuah update yang memerlukan semua website dan  aplikasi Facebook untuk beralih ke sesuatau yang baru, yang lebih aman  bagi pengembang.
"Kami  percaya perubahan ini menciptakan pengalaman yang lebih baik dan aman  bagi pengguna dari aplikasi anda," tulis Naitik Shah dari Facebook dalam  sebuah posting.
Facebook  saat ini menggunakan sebuah sistem otentifikasi yang lebih aman untuk  aplikasi, tetapi masih mendukung yang lama, versi yang kurang aman, kata  Symantec. Situs itu belum menemukan bukti bahwa setiap informasi yang  bocor telah digunakan untuk kepentingan yang menyalahi kebijakan  Facebook.
Pengguna  Facebook dapat mencegah setiap akses yang tidak legal dalam sebuah  aplikasi yang dimiliki dengan jalan mengubah kata kuci. Para pengembang  yang menggunakan sistem lama Facebook akan mengalami transisi ke yang  baru, sistem pengembangan lebih aman, antara sekarang hingga 1 Oktober  mendatang, menurut posting di blog itu.
Sistem  baru ini memungkinkan pengguna menginstal aplikasi dengan daftar rinci  dari aplikasi yang akan mengakses data pribadi mereka. Setidaknya  Facebook tidak tinggal diam untuk mengantisipasi celah kerawanan  aplikasi-aplikasi Facebook.
Sumber: ANTARANews

